Senin, 30 November 2009

Menyusun peraturan perundang-undangan seperti penguatan dan pengayaan (Repowerring and Enrichment) peraturan/UU yang sudah ada.

PENDAHULUAN

Dinamika kehidupan manusia dari awal perkembangannya hingga zaman modern dewasa ini telah mengalami beberapa lompatan sejarah peradaban. Dan kini barangkali lompatan tertinggi dalam sejarah peradaban umat manusia itu telah sampai pada momentumnya. Peradaban itu sekarang telah memasuki sebuah babak baru yang disebut dengan modernisasi.

Hal ini ditandai dengan laju perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang demikian pesat hampir di seluruh lini kehidupan sebagai maenstream. Kondisi tersebut dengan serta merta akan mengubah mindset, sikap dan cara pandang umat manusia terhadap kehidupan dan lingkungan hidupnya. Atau dengan bahasa lain terjadinya pergeseran nilai sosial dan budaya manusia (cultural evolution). Akibat perkembangan budaya manusia dan peradaban yang dibawanya serta teknologi sebagai instrumen yang menyertainya menjadikan pandangan manusia terhadap lingkungan alamiah mengalami perubahan yang berarti. Dengan ilmu dan teknologi yang dimilikinya manusia telah merasa menguasai lingkungan. Sehingga acap kali memperlakukan lingkungan tersebut dengan seenaknya sendiri.

Pergeseran budaya tersebut terjadi sejalan dengan perubahan sistem dan orientasi sosial akibat semakin menyempitnya sumber daya yang ada sebagai akibat semakin meningkatnya kebutuhan hidup manusia di satu sisi dan pertambahan populasi penduduk secara signifikan di sisi lain. Fenomena seperti ini menyebabkan lahirnya budaya komsumtif dan berlakunya logika ekonomi minded dalam aktivitas kehidupan sosial termasuk di dalamnya treatmen terhadap alam dan lingkungan. Dengan demikian segala sesuatu akan dipandang sebagai sebuah komoditas ekonomi tanpa menghiraukan aspek konservasinya.

Pada sisi lain, dengan meningkatnya populasi manusia di planet bumi maka akan semakin menambah maraknya aktivitas terhadap lahan dan sumberdaya potensial di dalamnya dalam rangka mempertahankan kelangsungan hidup manusia sehingga dalam jangka panjang akan terjadi ketergantungan yang luar biasa terhadap lingkungan alam. Ketika budaya dan cara pandang seperti ini telah mewabah dan menjangkiti semua orang maka ketika itu pula eksploitasi terhadap alam dan lingkungan menjadi sebuah aktivitas yang lazim dilakukan. Apalagi jika semua pihak merasa diuntungkan dengan aktivitas tersebut.

Dalam jangka panjang fenomena ini menyebabkan terjadinya kerusakan lingkungan dan bencana alam. Setidaknya sekitar satu dekade terakhir, isu kerusakan lingkungan telah mulai gencar disuarakan oleh masyarakat di berbagai belahan dunia. Mulai dari kerusakan lingkungan darat, laut maupun udara. Hampir di semua ranah jagad raya ini nyaris tak terlewatkan dari kerusakan. Sederet kerusakan lingkungan tersebut antara lain adalah; ketidakseimbangan siklus alam dan ekosistem sehingga menyebabkan terjadinya banjir, tanah longsor, krisis air/kekeringan dan seterusnya.

Demikian pula di lingkungan udara, pencemaran udara akibat polusi dan efek rumah kaca yang kini tengah mencapai titik kulminasi merupakan fakta terparah yang tengah terjadi. Efek rumah kaca menyebabkan terjadinya kerusakan lapisan ozon dan pada puncaknya akan terjadi pemanasan global (global warming). Hal itu terjadi karena senyawa-senyawa kimia yang secara tidak sadar terus kita produksi dalam aktivitas sehari-hari akan menyebabkan timbulnya lubang di lapisan ozon yang berfungsi melindungi kita dari radiasi ultraviolet. Selain itu penggunaan bahan bakar yang dapat menyebabkan terbentuknya gas-gas panas yang tidak dapat keluar dari lapisan atmosfer juga menjadi catatan kelam tersendiri dalam daftar panjang kerusakan lingkungan udara saat ini.

Semua ini pada akhirnya mengerucut pada budaya manusia dalam memandang, menyikapi dan memperlakukan alam dan lingkungan hidupnya. Oleh karenanya diperlukan sebuah strategi baru dalam menyelamatkan lingkungan yang kian parah itu. Masalah ini tentunya menjadi tanggung jawab kita bersama sebagai mahluk penghuni bumi dan jagad raya untuk mencari solusi, berpikir arif dan bijaksana sehingga kerusakan lingkungan dapat dikendalikan meski sedikit terlambat.

II. PERMASALAHAN

Menyusun peraturan perundang-undangan seperti penguatan dan pengayaan (Repowerring and Enrichment) peraturan/UU yang sudah ada. Peraturan perundang-undangan yang telah ada dirasakan masih kurang dan perlu direvisi. Diperlukan peraturan jabaran seperti PP, Keppres, Permen/Kepmen dan Perda sampai ke petunjuk pelaksanaan (Juklak) dan petunjuk teknis (Juknis), untuk petugas lapangan.

  1. STRATEGI
    1. Penerapan peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pengelolaan lingkungan hidup.
      Adapun Peraturan atau landasan hukum yang menyangkut pengelolaan Lingkungan Hidup adalah sebagai berikut :

NO

UU /PERATURAN P /KEPMEN NO

TAHUN

TENTANG

1

UU 23

1997

Pengelolaan Lingkungan Hidup

2

UU 5

1996

Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya

3

Peraturan Pemerintah 68

1998

Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam

4

Peraturan Pemerintah 27

1999

Analisisa Mengenai Dampak Lingkungan

5

Peraturan Pemerintah 41

1999

Pengendalian Pencemaran Udara

6

Peraturan Pemerintah 150

2000

Pengendalian Kerusakan Tanah Untuk Produksi Biomassa

7

Peraturan Pemerintah 82

2001

Pengelolaan Pencemaran Air

8

Peraturan Pemerintah 65

2005

Pedoman Penyusunan Dan Penerapan Standar Pelayanan Minimal

9

KepMen Neg LH 51

1995

Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Industri

10

KepMen Neg LH 52

1995

Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Hotel

NO

UU /PERATURAN P /KEPMEN NO

TAHUN

TENTANG

11

KepMen Neg LH 58

1995

Baku Mutu Limbah Cair Bagi Kegiatan Rumah Sakit

12

KepMen Neg LH 48

1996

Baku Mutu Tingkat Kebisingan

13

KepMen Neg LH 124

1997

Panduan Kajian Aspek Kesehatan Masyarakat Dalam Penyusunan AMDAL

14

KepMen Energi dan SD Mineral 1457

2000

Teknis Pengelolaan Lingkungan Bidang Pertambangan dan Energi

15

KepMen Kesehatan 907

2002

Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

16

KepMen Neg LH 19

2004

Pedoman Pengelolaan Pengaduan Kasus Pencemaran Dan/Atau Perusakan Lingkungan Hidup

17

KepMen Neg LH 197

2004

Standar Pelayanan Minimal Bidang Lingkungan Hidup

18

KepMen Neg LH 45

2005

Pedoman Penyusunan Laporan Pelaksanaan RKL dan UPL

19

KepMen Kesehatan 416

1991

Syarat-Syarat dan Pengawasan Kualitas Air

20

KepMen Neg LH 08

2006

Pedoman Penyusunan AMDAL

21

KepMen Neg LH 11

2006

Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan AMDAL


III. PENYELESAIAN

Menteri Negara Lingkungan Hidup, Rachmat Witoelar (istimewa)@

Jakarta (ANTARA News).

DPR akhirnya menyetujui Rancangan Undang-undang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH) untuk disahkan menjadi undang-undang dalam Sidang Paripurna di gedung parlemen, Jakarta, Rabu.
Sebanyak sepuluh fraksi secara aklamasi menyetujui RUU PPLH menjadi UU PPLH sebagai pengganti UU Np.23/1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dalam Sidang yang dipimpin Wakil Ketua DPR Muhaimin Iskandar.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar dalam penyampaian pendapat akhir pemerintah menyampaikan ucapan terima kasih kepada anggota DPR yang telah berinisiatif untuk membuat RUU PPLH untuk mengganti UU Lingkungan Hidup sebelumnya. "UU tersebut (UU No.23/1997) telah bermanfaat bagi upaya pengelolaan lingkungan hidup di Indonesia, tetapi efektifitas implementasinya belum dapat mencapai tujuan yang diharapkan karena adanya persoalan pada masalah substansial, struktural maupun kultural," kata Rachmat.
Dia menyebutkan beberapa hal penting dari UU PPLH yang belum atau masih kurang dalam UU sebelumnya, antara lain kewajiban pemerintah pusat maupun pemerintah daerah membuat Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). Kajian itu untuk memastikan pembangunan berkelanjutan telah menjadi dasar dan terintegrasi dalam kebijakan, rencana, dan program pembangunan.

UU PPLH juga menyebutkan penguatan AMDAL (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) untuk mencegah kerusakan lingkungan dengan meningkatkan akuntablitas, penerapan sertifikasi kompetensi penyusun dokumen AMDAL, penerapan sanksi hukum bagi pelanggar bidang AMDAL, dan AMDAL sebagai persyaratan utama dalam memperoleh izin lingkungan.

Masalah perijinan juga diperkuat dengan menjadikan izin lingkungan sebagai prasyarat memperoleh izin usaha/kegiatan dan izin usaha/kegiatan dapat dibatalkan apabila izin lingkungan dicabut. Menteri Lingkungan Hidup mengatakan UU PPLH juga memperkuat sistem hukum PPLH dalam hal penegakan hukum lingkungan dengan antara lain pejabat pengawas yang berwenang menghentikan pelanggaran seketika di lapangan, Penyidik PNS dapat melakukan penangkapan dan penahanan serta hasil penyidikan disampaikan ke jaksa penuntut umum, yang berkoordinasi dengan kepolisian.
Bahkan pejabat pemberi izin lingkungan yang tidak sesuai prosedur dan pejabat yang tidak melaksanakan tugas pengawasan lingkungan juga dapat dipidana.

"Selain hukuman maksimun, juga diperkenalkan hukuman minimum bagi pencemar dan perusak lingkungan," tambah Rachmat Witoelar. (*)

Saat ini yang menjadi permasalahan adalah masih lemahnya penegakkan hukum lingkungan baik dilihat secara Regional maupun secara Nasional. Peningkatan Kompentensi SDM Aparatur Kantor Lingkungan Hidup.

1. Kebijakan Nasional dan Daerah (Regional) dalam Penegakan Hukum Lingkungan.

Sisi lemah dalam pelaksanaan peraturan perundangan lingkungan hidup yang menonjol adalah penegakan hukum, oleh sebab itu dalam bagian ini akan dikemukakan hal yang terkait dengan penegakan hukum lingkungan. Dengan pesatnya pembangunan nasional yang dilaksanakan dengan tujuannya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, ada beberapa sisi lemah, yang menonjol antara lain adalah tidak diimbangi ketaatan aturan oleh pelaku pembangunan atau sering mengabaikan landasan aturan yang mestinya sebagai pegangan untuk dipedomani dalam melaksanakan dan mengelola usaha dan atau kegiatannya, khususnya menyangkut bidang sosial dan lingkungan hidup, sehingga menimbulkan permasalahan lingkungan. Oleh karena itu, sesuai dengan rencana Tindak Pembangunan Berkelanjutan dalam Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup dilakukan meningkatkan kualitas lingkungan melalui upaya pengembangan sistem hukum, instrumen hukum, penaatan dan penegakan hukum termasuk instrumen alternatif, serta upaya rehabilitasi lingkungan. Kebijakan daerah dalam mengatasi permasalahan lingkungan hidup khususnya permasalahan kebijakan dan penegakan hukum yang merupakan salah satu permasalahan lingkungan hidup di daerah dapat meliputi :

  • Regulasi Perda tentang Lingkungan.
  • Penguatan Kelembagaan Lingkungan Hidup.
  • Penerapan dokumen pengelolaan lingkungan hidup dalam proses perijinan
  • Sosialisasi/pendidikan tentang peraturan perundangan dan pengetahuan lingkungan hidup.
  • Meningkatkan kualitas dan kuantitas koordinasi dengan instansi terkait dan stakeholders.
  • Pengawasan terpadu tentang penegakan hukum lingkungan.
  • Memformulasikan bentuk dan macam sanksi pelanggaran lingkungan hidup. Peningkatan kualitas dan kuantitas sumberdaya manusia.
  • Peningkatan pendanaan dalam pengelolaan lingkungan hidup.

Pengelolaan Lingkungan Hidup adalah upaya terpadu untuk melestarikan fungsi lingkungan hidup yang meliputi kebijakan penataan, pemanfaatan, pengembangan, pemeliharaan, pemulihan, pengawasan dan pengendalian lingkungan hidup, sedangkan yang dimaksud lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan perilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Kondisi lingkungan hidup dari waktu ke waktu ada kecenderungan terjadi penurunan kualitasnya, penyebab utamanya yaitu karena pada tingkat pengambilan keputusan, kepentingan pelestarian sering diabaikan sehingga menimbulkan adanya pencemaran dan kerusakan lingkungan. Dengan terjadinya pencemaran dan kerusakan lingkungan ternyata juga menimbulkan konflik sosial maupun konflik lingkungan.
Dengan berbagai permasalahan tersebut diperlukan perangkat hukum perlindungan terhadap lingkungan hidup, secara umum telah diatur dengan Undang-undang No.4 Tahun 1982.

Namun berdasarkan pengalaman dalam pelaksanaan berbagai ketentuan tentang penegakan hukum sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Lingkungan Hidup, maka dalam Undang-Undang Pengelolaan Lingkungan Hidup diadakan berbagai perubahan untuk memudahkan penerapan ketentuan yang berkaitan dengan penegakan hukum lingkungan yaitu Undang-undang No 4 Tahun 1982 diganti dengan Undang-undang No.23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup dan kemudian diatur lebih lanjut dalam peraturan pelaksanaanya.

Undang-undang ini merupakan salah satu alat yang kuat dalam melindungi lingkungan hidup. Dalam penerapannya ditunjang dengan peraturan perundang-undangan sektoral. Hal ini mengingat Pengelolaan Lingkungan hidup memerlukan koordinasi dan keterpaduan secara sektoral dilakukan oleh departemen dan lembaga pemerintah non-departemen sesuai dengan bidang tugas dan tanggungjawab masing-masing, seperti Undang-undang No. 22 Th 2001 tentang Gas dan Bumi, UU No. 41 Th 1999 tentang kehutanan, UU No. 24 Th 1992 tentang Penataan Ruang dan diikuti pengaturan lebih lanjut dengan Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden, Keputusan Menteri, Peraturan Daerah maupun Keputusan Gubernur.

2. Protret Ligkungan Hidup Daerah

Mengingat kompleksnya pengelolaan lingkungan hidup dan permasalahan yang bersifat lintas sektor dan wilayah, maka dalam pelaksanaan pembangunan diperlukan perencanaan dan pelaksanaan pengelolaan lingkungan hidup yang sejalan dengan prinsip pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan ekonomi, sosial budaya, lingkungan hidup yang berimbang sebagai pilar-pilar yang saling tergantung dan saling memperkuat satu sama lain. Didalam pelaksanaannya melibatkan berbagai fihak, serta ketegasan dalam penaatan hukum lingkungan.
Diharapkan dengan adanya partisipasi barbagai pihak dan pengawasan serta penaatan hukum yang betul-betul dapat ditegakkan, dapat dijadikan acuan bersama untuk mengelola lingkungan hidup dengan cara yang bijaksana sehingga tujuan pembangunan berkelanjutan betul-betul dapat diimplementasikan di lapangan dan tidak berhenti pada slogan semata. Namun demikian fakta di lapangan seringkali bertentangan dengan apa yang diharapkan. Hal ini terbukti dengan menurunnya kualitas lingkungan hidup dari waktu ke waktu, ditunjukkan beberapa fakta di lapangan yang dapat diamati. Hal-hal yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup di daerah dalam era otonomi daerah antara lain sebagai berikut.

  • Ego sektoral dan daerah. Otonomi daerah yang diharapkan dapat melimbahkan sebagian kewenangan mengelola lingkungan hidup di daerah belum mampu dilaksanakan dengan baik. Ego kedaerahan masih sering nampak dalam pelaksanaan pengelolaan lingkungan, hidup, demikian juga ego sektor. Pengelolaan lingkungan hidup sering dilaksanakan overlaping antar sektor yang satu dengan sektor yang lain Tumpang tindih perencanaan antar sektor. Kenyataan menunjukkan bahwa dalam perencanaan program (termasuk pengelolaan lingkungan hidup) terjadi tumpang tindih antara satu sektor dan sektor lain.
  • Pendanaan yang masih sangat kurang untuk bidang lingkungan hidup. Program dan kegiatan mesti didukung dengan dana yang memadai apabila mengharapkan keberhasilan dengan baik. Walaupun semua orang mengakui bahwa lingkungan hidup merupakan bidang yang penting dan sangat diperlukan, namun pada kenyataannya PAD masih terlalu rendah yang dialokasikan untuk program pengelolaan lingkungan hidup, diperparah lagi tidak adanya dana dari APBN yang dialokasikan langsung ke daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup.
  • Keterbatasan sumberdaya manusia. Harus diakui bahwa didalam pengelolaan lingkungan hidup selain dana yang memadai juga harus didukung oleh sumberdaya yang mumpuni. Sumberdaya manusia seringkali masih belum mendukung. Personil yang seharusnya bertugas melaksanakan pengelolaan lingkungan hidup (termasuk aparat pemda) banyak yang belum memahami secara baik tentang arti pentingnya lingkungan hidup.
  • Eksploitasi sumberdaya alam masih terlalu mengedepankan profit dari sisi ekonomi. Sumberdaya alam seharusnya digunakan untuk pembangunan untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Walaupun kenyataannya tidak demikian; eksploitasi bahan tambang, logging hanya menguntungkan sebagian masyarakat, aspek lingkungan hidup yang seharusnya, kenyataannya banyak diabaikan. Fakta menunjukkan bahwa tidak terjadi keseimbangan antara ekonomi dan lingkungan hidup. Masalah lingkungan hidup masih belum mendapatkan porsi yang semestinya.
  • Lemahnya implementasi paraturan perundangan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan lingkungan hidup, cukup banyak, tetapi dalam implementasinya masih lemah. Ada beberapa pihak yang justru tidak melaksanakan peraturan perundangan dengan baik, bahkan mencari kelemahan dari peraturan perundangan tersebut untuk dimanfaatkan guna mencapai tujuannya.
  • Lemahnya penegakan hukum lingkungan khususnya dalam pengawasan. Berkaitan dengan implementasi peraturan perundangan adalah sisi pengawasan pelaksanaan peraturan perundangan. Banyak pelanggaran yang dilakukan (pencemaran lingkungan, perusakan lingkungan), namun sangat lemah didalam pemberian sanksi hukum.
  • Pemahaman masyarakat tentang lingkungan hidup. Pemahaman dan kesadaran akan pentingnya lingkungan hidup sebagian masyarakat masih lemah dan hal ini, perlu ditingkatkan. Tidak hanya masyarakat golongan bawah, tetapi dapat juga masyarakat golongan menegah ke atas, bahkan yang berpendidikan tinggi pun masih kurang kesadarannya tentang lingkungan hidup.
  • Penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Penerapan teknologi tidak ramah lingkungan dapat terjadi untuk mengharapkan hasil yang instant, cepat dapat dinikmati. Mungkin dari sisi ekonomi menguntungkan tetapi mengabaikan dampak lingkungan yang ditimbulkan. Penggunaan pupuk, pestisida, yang tidak tepat dapat menyebabkan pencemaran lingkungan.

Perlu dicatat bahwa sebetulnya di tiap-tiap daerah terdapat kearifan lokal yang sering sudah menggunakan teknologi yang ramah lingkungan secara turun-temurun. Tentu saja masih banyak masalah-masalah lingkungan hidup yang terjadi di daerah-daerah otonom yang hampir tidak mungkin untuk diidentifakasi satu per satu, yang kesemuanya ini timbul akibat “pembangunan” di daerah yang pada intinya ingin mensejahterakan masyarakat, dengan segala dampak yang ditimbulkan. Dengan fakta di atas maka akan timbul pertanyaan, apakah sebetulnya pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan masih diperhatikan dalam pembangunan kita. Apakah kondisi lingkungan kita dari waktu ke waktu bertambah baik, atau bertambah jelek? Hal ini sangat diperkuat dengan fakta seringnya terjadi bencana alam baik tsunami, gempabumi, banjir, kekeringan, tanah longsor, semburan lumpur dan bencana alam lain yang menyebabkan lingkungan kita menjadi turun kualitasnya. Tentu saja tidak ada yang mengharapkan itu semua terjadi. Sebagian bencana alam juga disebabkan oleh ulah manusia itu sendiri.

3. Pendekatan budaya

Pendekatan hukum yang telah dilakukan selama ini ternyata tidak terbukti ampuh dalam mencegah aktivitas manusia yang dapat berdampak buruk terhadap lingkungan. Selain karena lemahnya supremasi hukum yang ada, juga karena terlalu banyaknya relung-relung yang tak tersentuh oleh tangan hukum. Lemahnya supremasi hukum di negeri ini menjadi alasan mendasar mengapa efektivitas hukum diragukan. Karena dalam praktiknya fatwa hukum hanya berbicara atas nama kepentingan. Dan keadilan hukum belum berdiri di atas kebenaran yang hakiki. Akibatnya pengadilan tidak lebih dari sebuah media untuk melakukan pembenaran bukan tempat mulia untuk menegakkan kebenaran dan keadilan.

Dalam kondisi kebekuan seperti ini, pendekatan budaya menurut hemat penulis dapat dijadikan jurus alternatif yang sangat efektif dalam mengatasi masalah tersebut. Karena budaya melekat (inheren) dengan manusia sebagai pelaku utama dalam konteks ini. Namun bagaimana pendekatan budaya ini dapat berjalan dengan baik dan benar tentu harus diformulasikan terlebih dahulu. Artinya, hal ini tidak dapat berjalan secara otomatis namun diperlukan pra-kondisi, kebijakan dan instrumen pendukung yang memadai.

Pendekatan budaya pada intinya terletak pada cara berpikir, sikap dan perilaku manusia dalam memperlakukan alam dan lingkungan sebagai amanat yang harus dijaga dan dilestarikan. Dengan demikian pendekatan budaya lebih bersifat preventif dan subyektif. Karena berkaitan langsung dengan manusia secara pribadi. Sehingga dalam prakteknya di lapangan akan menutup rapat celah KKN seperti layaknya yang terjadi dalam pendekatan hukum selama ini. Karena apabila terjadi pelanggaran maka yang akan diberlakukan adalah hukuman sosial yang diputuskan melalui musyawarah bersama. Namun demikian yang terpenting dalam konteks ini adalah bagaimana agar hal tersebut dapat diberlakukan secara massif bagi seluruh rakyat di negeri ini.

Ada beberapa upaya yang dapat dilakukan oleh pemerintah bersama masyarakat sehingga pendekatan budaya dapat berjalan efektif. Pertama, memberikan sosialisasi dan pemahaman kepada publik akan pentingnya menjaga dan menyelamatkan alam dan lingkungan dari kerusakan, termasuk di dalamnya adalah memberikan pengetahuan tentang bentuk-bentuk kerusakan lingkungan dan bahayanya bagi kehidupan manusia.

Kedua, kondolidasi dengan para tokoh masyarakat, ketua adat, tokoh agama di masing-masing komunitas masyarakat. Upaya ini menurut hemat penulis sangat efektif dalam mengubah budaya masyarakat. Karena pada umumnya masyarakat akan mematuhi apa yang disampaikan oleh sesepuh atau tokoh yang mereka tuakan, ketimbang pemerintah atau petugas penyuluh misalnya. Dengan demikian, melalui tokoh masyarakat, ketua adat dan tokoh agama ini pendekatan budaya untuk menyelamatkan lingkungan akan cepat sampai dan diikuti oleh masyarakat luas.

Ketiga, memberikan reward atau semacam insentif kepada kelompok masyarakat yang terbukti mampu memelihara, melestarikan dan menjaga alam dan lingkungan sekitarnya dari kerusakan. Hal ini bisa dimulai dari hal yang paling kecil, misalnya, komunitas masyarakat di sekitar sungai yang terbukti mampu memelihara sungai dengan baik, tidak mengotori dengan sampah dan lain sebagainya. Dari hal yang kecil ini secara bertahap tentu akan dapat merangsang kepada kelompok masyarakat lainnya untuk mengikuti langkah serupa.

Jika pendekatan tersebut dapat diaplikasikan secara massif bagi seluruh rakyat di negeri ini barangkali kerusakan lingkungan akan dapat diatasi. Namun demikian dalam pelaksanaannya tentu diperlukan komitmen semua pihak untuk mengawal gerakan budaya menyelamatkan ini agar berjalan efektif dan tepat guna.

Penutup

Begitu banyaknya masalah yang terkait dengan lingkungan hidup yang berkaitan dengan pembangunan. Masalah tersebut dapat timbul akibat proses pembangunan yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup. Di era otonomi ini tampak bahwa ada kecenderungan permasalahan lingkungan hidup semakin bertambah kompleks, yang seharusnya tidak demikian halnya. Ada sementara dugaan bahwa kemerosotan lingkungan hidup tekait dengan pelaksanaan otonomi daerah, di mana daerah ingin meningkatkan PAD dengan melakukan eksploitasi sumberdaya alam yang kurang memperhatikan aspek lingkungan hidup dengan semestinya. Dengan cara seperti ini maka terjadi kemerosotan kualitas lingkungan di mana-mana, yang diikuti dengan timbulnya bencana alam. Terdapat banyak hal yang menyebabkan aspek lingkungan hidup menjadi kurang diperhatikan dalam proses pembangunan, yang bervariasi dari daerah satu dengan daerah yang lain, dari hal-hal yang bersifat lokal seperti ketersediaan SDM sampai kepada hal-hal yang berskala lebih luas seperti penerapan teknologi yang tidak ramah lingkungan. Peraturan perundangan yang berkaitan dengan pengelolaan lingkungan hidup sudah cukup memadai, namun demikian didalam pelaksanaanya, termasuk dalam pengawasan, pelaksanaannya perlu mendapatkan perhatian yang sungguh-sungguh. Hal ini sangat terkait dengan niat baik pemerintah termasuk pemerintah daerah, masyarakat dan pihak-pihak yang berkepentingan untuk mengelola lingkungan hidup dengan sebaik-baiknya agar prinsip pembangunan berkelanjutan berwawasan lingkungan dapat terselenggara dengan baik. Oleh karena pembangunan pada dasarnya untuk kesejahteraan masyarakat, maka aspirasi dari masyarakat perlu didengar dan program-program kegiatan pembangunan betul-betul yang menyentuh kepentingan masyarakat.

I. Kesimpulan

A. Kondisi kerusakan lingkungan dan alam yang terjadi saat ini memang tidak dapat dilepaskan dari campur tangan manusia akibat gaya hidup dan budaya yang menyertainya. Oleh karenanya strategi yang paling efektif dalam pandangan penulis adalah melalui pendekatan budaya itu sendiri. Yakni dengan mengubah gaya hidup dan budaya masyarakat menjadi gaya hidup dan budaya yang ramah terhadap lingkungan. sehingga akan melahirkan sebuah kesadaran akan pentingnya menjaga, merawat dan melestarikan lingkungannya masing-masing di mana mereka tinggal.

B. Sekarang sedang terjadi degradasi lingkungan hidup yang semakin parah dan meluas, di wilayah perkotaan, pedesaan dan wilayah hutan. Beberapa indikator, di wilayah kota, semakin kotornya air sungai, semakin meluasnya daerah kumuh (Stum areas), tak terkendalinya penggunaan ruang kota (City Space), tercemarnya air tanah/sumur dan semakin meningkatnya kadar CO2 di udara. Di daerah pedesaan; semakin meluasnya penggunaan tanah negara untuk pertanian (secara ilegal), semakin banyaknya species flora dan fauna yang hilang/punah dan semakin meluasnya tanah miskin (semak belukar dan tanah gundul) serta bencana longsor dan banjir. Di daerah hutan semakin luasnya kerusakan hutan, hutan yang berubah fungsi dan kebakaran hutan.

C. Meningkatnya kerusakan lingkungan tersebut diakibatkan oleh sejumlah faktor penyebab seperti: pertambahan penduduk, kegagalan di bidang industrialisasi yang menimbulkan PHK dengan karyawan, meningkatnya jumlah penduduk miskin dan pengangguran serta pencemaran lingkungan, semua itu ditopang oleh kurangnya “political will” dan kebijakan pemerintah yang bertentangan dengan kepentingan pelestarian lingkungan serta lemahnya penegakan hukum/peraturan di bidang yang berhubungan dengan lingkungan hidup.

2. Saran

Untuk mengurangi dan mencegah semakin meningkatnya kerusakan lingkungan yang mengacam kehidupan semua makhluk, diperlukan upaya penyadaran bersama bagi semua warga negara tentang pentingnya manfaat pelestarian lingkungan hidup dan besarnya bencana yang ditimbulkan akibat perusakan lingkungan hidup. Untuk itu, perlu ada upaya yang konsepsional yang melibatkan semua pihak terkait dan komitmen bersama dalam pelaksanaannya secara berkesinambungan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar